Beranda | Artikel
Jenis-Jenis Gerakan Dalam Shalat
Kamis, 3 September 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi

Jenis-Jenis Gerakan Dalam Shalat adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Ayat-Ayat Ahkam. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Kamis, 15 Al-Muharram 1442 H / 3 September 2020 M.

Ceramah Agama Islam Tentang Jenis-Jenis Gerakan Dalam Shalat

Pada kesempatan yang mulia ini kita akan membahas tentang masalah yang sangat penting, yakni tentang jenis-jenis gerakan dalam shalat. Dan saat membahas faidah yang ke-10 dalam pertemuan yang lalu, ana berjanji akan membahas masalah ini. Yaitu ketika kita berbicara tentang masalah bolehnya banyak bergerak dalam shalat.

Jadi faidah yang ke-10 ketika kita membahas tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat Al-Baqarah ayat 238-239, disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin Rahimahullah tentang bolehnya banyak bergerak dalam shalat karena darurat. Ini didasari dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam ayat ke-239 surat Al-Baqarah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا ۖ فَإِذَا أَمِنتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّـهَ كَمَا عَلَّمَكُم مَّا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ ﴿٢٣٩﴾

Apabila kalian dalam keadaan takut, maka hendaknya kalian shalat dalam keadaan berjalan…”

Orang yang shalat dalam keadaan takut, boleh dia shalat dalam keadaannya, boleh sambil berjalan. Dan orang yang berjalan tentunya dia melakukan gerakan yang banyak. Ini dalil tentang bolehnya melakukan banyak gerakan dalam shalat dalam keadaan darurat, artinya ada kebutuhannya dan darurat, seperti dalam keadaan perang dan seterusnya.

Dan pada kesempatan yang mulia ini kita akan membahas tentang jenis-jenis gerakan dalam shalat. Tapi sebelumnya saya ingatkan kembali tentang dua ayat yang kita baca dalam pertemuan yang lalu, dimana kita bahas tentang perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita semua untuk menjaga shalat-shalat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala wajibkan kepada kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di surat Al-Baqarah suarat 238:

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّـهِ قَانِتِينَ ﴿٢٣٨﴾

Peliharalah shalat-shalat dan peliharalah shalat wustha (shalat ashar). Dan berdirilah engkau dalam shalat untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan khusyu’.” (QS. Al-Baqarah[2]: 238)

فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا ۖ فَإِذَا أَمِنتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّـهَ كَمَا عَلَّمَكُم مَّا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ ﴿٢٣٩﴾

Apabila kalian takut, maka hendaknya kalian shalat dalam keadaan berjalan atau berkendaraan. Maka apabila kalian sudah merasa aman, maka sebutlah Allah Subhanahu wa Ta’ala (artinya tegakkanlah shalat untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala) sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengajarkan kepada kalian apa-apa yang tidak kalian ketahui.” (QS. Al-Baqarah[2]: 239)

Sekali lagi, dalam fiqih yang disebutkan dalam pertemuan yang lalu diambil dari ayat yang mulia ini hukum bolehnya bergerak dan banyak bergerak dalam shalat tetapi karena darurat. Kalau misalnya orang banyak bergerak tapi tidak darurat, maka hukumnya haram dan bisa membatalkan shalat.

Jenis-Jenis Gerakan Dalam Shalat

Perkataan beliau Rahimahullahu Ta’ala tentang tentang hukum bergerak dalam shalat, yakni beliau sebutkan jenis-jenis gerakan dalam shalat ketika beliau menjawab pertanyaan hukum bersiwak di tengah-tengah shalat. Kata beliau, hukum bersiwak di tengah-tengah shalat hukumnya bisa bid’ah, bisa hukumnya makruh.

Ketika seseorang shalat kemudian di tengah-tengah shalat dia bersiwak dan dia meyakini bahwa ini merupakan bagian dari ibadah, maka masuk kedalam hukum bid’ah. Tetapi kalau hanya sekedar bersiwak saja, ini makruh. Hal ini karena dia banyak bergerak dalam shalatnya yang mana tidak ada hajat di situ.

Setelah itu beliau berkata bahwa hukum bergerak dalam shalat, ulama mengatakan bahwa gerakan-gerakan dalam shalat terbagi menjadi 5 bagian. Yaitu:

1. Gerakan yang wajib dalam shalat

Gerakan yang wajib ini adalah gerakan yang sangat terkait dengan keabsahan sebuah. Maksudnya adalah gerakan yang apabila engkau melakukannya, maka shalatmu dikatakan sah. Dan apabila engkau tidak melakukannya, maka shalat engkau batal.

Contoh gerakan ini adalah misalnya ada seseorang shalat kemudian dia melihat di ghutrahnya (yang dipakai orang Arab di kepalanya) atau misalnya peci yang dipakai oleh seseorang ketika shalat. Orang yang shalat kemudian melihat di pecinya ada najis, maka di sini wajib bagi dia untuk bergerak membuka peci atau ghutrahnya supaya tidak shalat membawa najis.

Kalau misalkan dia diam saja sehingga dia shalat membawa najis, maka shalatnya batal. Maka ketika dia tahu di pecinya ada najis, maka kalau dia tidak melepaskan peci, maka shalatnya batal. Kita tahu melepaskan peci butuh adanya gerakan mengambil peci tersebut kemudian kita letakkan di lantai. Gerakan ini adalah gerakan wajib. Justru kalau tidak bergerak, maka batallah shalat orang tersebut.

Dalilnya adalah kata para sahabat:

صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ، فَلَمَّا كَانَ فِي بَعْضِ صَلَاتِهِ خَلَعَ نَعْلَيْهِ، فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ، فَلَمَّا رَأَى النَّاسُ ذَلِكَ، خَلَعُوا نِعَالَهُمْ، فَلَمَّا قَضَى صَلَاتَهُ، قَالَ: مَا بَالُكُمْ أَلْقَيْتُمْ نِعَالَكُمْ؟ قَالُوا: رَأَيْنَاكَ أَلْقَيْتَ نَعْلَيْكَ، فَأَلْقَيْنَا نِعَالَنَا، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي، فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا

“Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengimami kami pada suatu hari, ketika di sebagian shalat beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di tengah-tengah shalat beliau melepaskan kedua sandalnya, dan Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meletakkan sandalnya di sebelah kiri beliau, ketika para sahabat melihat hal tersebut, maka mereka pun langsung melepaskan sandal-sandal mereka, ketika Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyelesaikan shalatnya, Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada para sahabatnya: ‘Kenapa kalian melepaskan sandal-sandal kalian?’ Para sahabat menjawab: ‘Kami melihat engkau melepaskan dua sandal engkau, maka kami pun melepaskan sandal-sandal kami.’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Sesungguhnya Jibril telah mendatangiku, dan Jibril mengabarkan kepadaku bahwa ada pada dua sandalku kotoran yang najis.” (HR. Ahmad)

Kita lihat, Rasul kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melepaskan dua sandalnya dan tanpa pikir panjang para sahabat mengikuti ketika melihat Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melepas dua sandalnya. Mereka mengira bahwa itu juga yang harus dilakukan di tengah shalat. Setelah itu Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan alasan bahwa pada sandal beliau ada najis. Dari sini kita mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bergerak dalam shalat. Dan ini menunjukkan bahwa kalau kita tahu ada najis di sandal, atau peci atau ghutrah kita, maka kita lepaskan.

Ini dalil bahwa gerakan yang dibolehkan dan gerakan yang wajib. Kalau tidak bergerak untuk melepaskan salah satu yang kita pakai yang ada najis, maka justru shalat kita batal.

Contoh yang lain adalah ketika seseorang shalat tidak menghadap ke arah kiblat. Misalnya ada seseorang yang berkata yang sedang shalat: “kiblatnya di sebelah kananmu.” Maka yang shalat tadi wajib untuk bergerak menghadap ke kiblat. Gerakan ini wajib. Karena kalau dia tetap menghadap kepada arah selain kiblat, maka shalatnya batal.

Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, beliau berkata:

بَيْنَا النَّاسُ بِقُبَاءٍ فِي صَلاَةِ الصُّبْحِ ، إِذْ جَاءَهُمْ آتٍ ، فَقَالَ : إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أُنْزِلَ عَلَيْهِ اللَّيْلَةَ قُرْآنٌ ، وَقَدْ أُمِرَ أَنْ يَسْتَقْبِلَ الكَعْبَةَ ، فَاسْتَقْبِلُوهَا ، وَكَانَتْ وُجُوهُهُمْ إِلَى الشَّأْمِ ، فَاسْتَدَارُوا إِلَى الكَعْبَةِ

“Ketika para sahabat di Quba dalam shalat subuh, datanglah seseorang kemudian orang itu berkata: ‘Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam malam ini telah diturunkan Qur’an kepadanya, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diperintahkan untuk menghadap kepada Ka’bah dalam shalatnya, maka hendaknya kalian menghadap ke Ka’bah dalam shalat kalian.’ Awalnya wajah mereka menghadap ke Syam, setelah mendengar kabar dari sahabat tadi, mereka memutar untuk menghadap ke Ka’bah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jadi ada gerakan di sini. Kiblat mereka pada awal shalat berada di belakang mereka, karena menghadap ke Syam berarti membelakangi Ka’bah. Di sini ada dalil bolehnya bergerak.

Ada satu faidah pada hadits ini. Bahwa ada kejadian yang sangat besar di masjid Quba, para sahabat shalat dalam dua kiblat. Kiblat yang pertama ke Syam, dan kiblat yang kedua adalah ke Ka’bah. Oleh karena itu menentukan ada masjid qiblatain khusus di Madinah adalah kurang tepat, hal ini disebutkan oleh Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaily. Misalkan ada masjid khusus qiblatain, maka masjid Quba juga disebut qiblatain kalau alasannya adalah ketika sahabat shalat pertama menghadap ke Syam kemudian menghadap ke Ka’bah disebut masjid qiblatain. Justru pada hadits ini Abdullah bin ‘Umar mengabarkan kepada kita perpindahan dari menghadap kiblat ke arah Syam mejadi ke arah Ka’bah juga dilakukan oleh para sahabat Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang shalat di Quba. Oleh karena menentukan kita ke qiblatain khusus kemudian tabaruk di sana, mengadakan ibadah, ada keberkahan dan seterusnya, ini tidak dibenarkan.

Bagaimana penjelasan selanjutnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian

Download mp3 kajian yang lain di mp3.radiorodja.com


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48968-jenis-jenis-gerakan-dalam-shalat/